1.
Pengertian
Prosa Fiksi
Prosa Fiksi adalah karya sastra berbentuk
narasi atau cerita yang bersifat khayal atau rekaan dan tidak benar-benar
terjadi di dunia nyata.
2.
Jenis-Jenis
Prosa Fiksi
Prosa fiksi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu prosa diksi modern dan prosa fiksi lama.
a. Prosa
fiksi modern
Prosa fiksi modern adalah karya sastra
yang berbentuk cerita yang telah mendapat pengaruh dari Barat. Prosa fiksi
modern memiliki beberapa ciri, yaitu:
1) Dinamis:
memiliki sifat yang mudah berubah.
2) Rakyat
sentris: ide cerita berpusat dan diambil dari kehidupan sekitar.
3) Realistis:
bersifat nyata, atau seperti kehidupan sehari-hari.
4) Dipengaruhi
sastra barat.
5) Terdapat
nama pengarang.
Selanjutnya,
prosa fiksi modern dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan panjang pendek
cerita, yaitu:
1) Novel
atau roman: cerita berbentuk prosa yang menjanjikan permasalahan-permasalahan
secara kompleks dengan penggarapan secara lebih luas dan rinci.
2) Novelet:
cerita berbentuk prosa yang memiliki panjang cerita lebih panjang dari cerpen
dan lebih pendek dari novel. Jika dilihat dari segi halaman, umumnya berjumlah
60-100 halaman.
3) Cerpen:
cerita berbentuk prosa yang pendek dan umumnya dapat dibaca hingga selesai
kurang dari satu jam. Pendeknya cerita disebabkan masalah yang diceritakan,
yaitu masalah yang paling penting dan menarik dalam diri tokoh. Dalam cerpen,
alur dibuat lebih sederhana dengan memunculkan beberapa orang tokoh saja. Latar
dan tema yang dilukiskan juga terbatas.
b. Prosa
fiksi lama
Prosa fiksi lama adalah karya sastra
berbentuk cerita yang belum mendapat pengaruh dari Barat. Awalnya, prosa fiksi
lama disampaikan melalui lisan, namun setelah dikenal tulisan, karya sastra ini
mulai dikenal dalam bentuk tulisan. Berikut ciri-ciri prosa fiksi lama:
1) Bersifat
statis: cenderung mengalami perubahan yang lamban.
2) Bersifat
istana sentris: menceritakan kehidupan istana dan sekitarnya.
3) Bersifat
fantastis: banyak cerita seperti berkhayal (dongeng dan sebagainya).
4) Dipengaruhi
sastra Hindu dan Arab.
5) Anonim
atau tidak diketahui yang mengarang cerita tersebut atau tidak terdapat nama
pengarangnya.
Prosa
fiksi lama memiliki beberapa jenis, salah satunya adalah dongeng. Dongeng
adalah suatu cerita yang bersifat khayal, tidak masuk akal, dan merupakan
imajinasi pengarang sepenuhnya. Dongeng memiliki banyak jenis. Berikut beberapa
jenis dongeng:
1) Fabel:
tokoh-tokohnya berupa binatang, contohnya: “Si Kancil”.
2) Mite
atau mitos: cerita tentang dewa-dewa atau makhluk halus, contohnya “Nyi Roro
Kidul”.
3) Legenda:
keajaiban alam, contohnya “Terjadinya Danau Toba”.
4) Sage:
sejarah, contohnya “Lutung Kasarung”.
5) Parabel:
menggambarkan sikap moral dengan menggunakan perumpamaan, contohnya
“Mahabarata”.
3.
Unsur-Unsur
Prosa Fiksi
Ada dua macam unsur prosa fiksi, yaitu
unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik.
a. Unsur
ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur di luar
cerita, namun masih mempengaruhi cerita. Unsur ini meliputi biografi pengarang,
kondisi sosial, ekonomi, sejarah, dan sebagainya.
b. Unsur
intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang
membangun cerita secara langsung dari dalam cerita tersebut. Unsur intrinsik
karya sastra terdiri atas tokoh dan penokohan, alur, latar, gaya bahasa, tema,
sudut pandang, dan amanat.
1) Tokoh
dan penokohan
Ada beberapa istilah yang harus dipahami dalam
unsur ini, yaitu tokoh, watak/ karakter, dan penokohan. Tokoh adalah pelaku
cerita. Watak/ karakter adalah sifat dan sikap para tokoh. Penokohan adalah cara
pengarang menyajikan tokoh beserta wataknya.
Dalam cerita, ada beberapa macam tokoh.
Dilihat dari segi penting tidaknya tokoh, terdapat dua macam tokoh, yaitu tokoh
utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang penting dan
keberadaannya mendominasi cerita. Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya muncul
beberapa kali dalam cerita.
Dilihat dari segi fungsi tokoh, terdapat
tiga macam tokoh, yaitu tokoh protagonis, antagonis, dan tritagonis. Tokoh
protagonis adalah tokoh yang berusaha menyelesaikan tujuan suatu cerita, bisa
dikatakan tokoh protagonis ini adalah tokoh utama. Tokoh antagonis adalah tokoh
yang menghalangi tujuan tokoh protagonis. Tokoh tritagonis adalah tokoh yang
tidak terlibat dalam tujuan protagonis dan antagonis namun memiliki pengaruh
pada salah satu atau kedua tokoh tersebut.
Ada beberapa cara atau teknik yang
digunakan pengarang dalam menyajikan tokoh beserta wataknya dalam cerita.
a) Teknik
langsung (eksplositori/analitik)
Penggambaran dilakukan dengan memberikan
deskripsi secara langsung oleh pengarang atau penulis
b) Teknik
tidak langsung (dramatik)
Pembaca mencari tahu watak tokoh dalam
cerita. Ada beberapa macam cara yang dapat dilakukan untuk menggambarkan watak
tokoh denga teknik tidak langsung. Cara-cara tersebut adalah:
(1) Dialog
antartokoh
(2) Pelukisan
tindakan tokoh
(3) Pemikiran
dan perasaan tokoh
(4) Arus
kesadaran
(5) Reaksi
tokoh lain
(6) Pelukisan
latar
(7) Penukisan
fisik tokoh
2) Alur
Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa
yang sambung menyambung dalam sebuah cerita berdasarkan logika sebab akibat.
Berikut ini macam-macam alur:
a) Alur
maju: tahapan alur disajikan secara runtut dari awal (perkenalan) hingga akhir
(penyelesaian).
b) Alur
mundur: tahapan alur disajikan dari akhir (penyelesaian atau kondisi saat ini)
baru tahap awal (perkenalan atau kondisi masa lampau). Alur ini biasa disebut flashback.
c) Alur
maju dan mundur (campuran): dalam sebuah karya, terdapat dua alur sekaligus,
yaitu maju dan mundur.
Umumnya,
alur atau plot dalam sebuah karya melalui beberapa tahapan, yaitu:
a) Tahap
perkenalan: pembuka cerita yang umumnya berisi pengenalan tokoh dan informasi
awal mengenai cerita.
b) Tahap
pemunculan konflik: awal terjadinya konflik.
c) Tahap
klimaks: berkembang dan memanasnya konflik.
d) Tahap
antiklimaks: konflik mulai mereda.
e) Tahap
penyelesaian: konflik teratasi, cerita bisa berakhir dengan bahagia, sedih,
atau datar.
3) Latar
Latar adalah keterangan tempat, waktu,
suasana, dan kondisi sosial terjadinya suatu cerita. Berikut adalah macam-macam
latar:
a) Latar
tempat: berhubungan dengan lokasi terjadinya peristiwa dalam cerita, misalnya
di taman, di sekolah, di hutan, dan sebagainya.
b) Latar
waktu: berhubungan dengan saat atau kapan terjadinya peristiwa dalam cerita,
misalnya pagi, siang, sore, malam, dan sebagainya.
c) Latar
suasana: berhubungan dengan kondisi emosional, misalnya marah, sedih, takut,
gembira, dan sebagainya.
d) Latar
sosial: berhubungan dengan keadaan dalam cerita, misalnya adat istiadat,
budaya, norma, dan sebagainya.
4) Gaya
bahasa
Gaya bahasa adalah cara pengarang
menggunakan bahasa untuk menciptakan efek keindahan dan memberikan kesan
mendalam pada cerita. Ada beberapa cara untuk menciptakan hal tersebut, salah
satunya adalah citra atau imaji. Citra atau imaji adalah susunan kata yang
mampu memperjelas tangkapan pancaindra pembaca.
Melalui pencitraan atau pengimajian,
sesuatu yang digambarkan pengarang seolah-olah dapat dilihat (citraan
penglihatan), didengar (citraan pendengaran), dicium (citraan penciuman),
diraba (citraan perabaan). Dan dicecap (citraan pencecap).
5) Sudut
pandang
Penceritaan atau sudut pandang adalah
posisi pengarang dalam melukiskan cerita. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan pengarang dalam melukiskan cerita, yaitu:
a) Sudut
pandang orang pertama: pengarang berada dalam cerita sebagai tokoh. Ada dua
macam sudut pandang oeang pertama, yaitu:
(1) Sudut
pandang orang pertama pelaku utama: ditandai dengan penggunaan kata ganti “aku”
pada pelaku utama.
(2) Sudut
pandang orang pertama pelaku tambahan: ditandai dengan pengunaan kata ganti
“aku” pada pelaku tambahan yang secara utuh menceritakan tokoh utama.
b) Sudut
pandang orang ketiga: pengarang berada di luar cerita. Ada dua macam sudut
pandang orang ketiga.
(1) Sudut
pandang orang ketiga terbatas: ditandai dengan penggunaan kata ganti dia, ia,
mereka, atau nama tokoh. Pada sudut pandang ini, pengarang hanya menceritakan
apa yang terjadi tanpa bisa menceritakan apa yang ada di dalam hati para
pelaku.
(2) Sudut
pandang orang ketiga serba tahu: ditandai dengan penggunaan kata ganti dia, ia,
mereka, atau nama tokoh. Namun, dalam sudut pandang ini, pengarang menceritakan
dan tahu segala sesuatu yang terjadi, termasuk apa yang ada di isi hati para
tokoh dan motivasi tokoh.
6) Tema
Tema adalah pokok pembicaraan yang
mendasari cerita.
7) Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan
pengarang melalui cerita.
4.
Sejarah
Perkembangan Prosa Fiksi di Indonesia
Prosa fiksi
telah muncul dan berkembang sejak lama. Dengan melihat kesamaan ciri-ciri pada
karya-karya yang dihasilkan dari waktu ke waktu, dirumuskanlah periodisasi
karya-karya sastra prosa fiksi di Indonesia.
a.
Periode Balai Pustaka (1920-1930)
Angkatan Balai
Pustaka lahir pada tahun 1920, menguat pada 1925-1935 dan melemah pada 1940.
Jenis prosa yang dominan pada periode ini adalah roman atau novel. Permasalahan
yang diangkat kebanyakan roman pada periode ini adalah adat, jarak antara kaum
tua dan kaum muda, umumnya bersifat kedaerahan. Contohnya Azab dan Sengsara
karya Merari Siregar, Siti Nurbaya karya Marah Rusli, dan Salah
Asuhan karya Abdul Muis.
b.
Periode Pujangga Baru
Angkatan
Pujangga Baru lahir pada tahun 1930, menguat pada 1933-1940, dan melemah pada
1945. Jenis prosa yang dominan adalah roman. Permasalahan yang diangkat pada
periode ini adalah kehidupan masyarakat kota, individu manusia, nasionalisme,
dan bersifat didaktis. Contohnya Layar Terkembang karya Sutan Takdir
Alisyahbana, Belenggu karya Armijn Pane, dan Di Bawah Lindungan
Ka’bah karya Hamka.
c.
Periode 1945
Angkatan ini
populer dengan nama angkatan Chairil Anwar dengan puisi-puisinya. Untuk prosa
fiksi, bentuk cerpen mulai dominan menyertai roman. Angkatan ini lahir pada
1940, menguat oada 1943-1953, dan melemah pada 1955-an. Permasalahan yang
muncul dalam karya periode ini seputar kemasyarakatan, kemiskinan, hak asasi,
ketidakadilan, dan lain-lain. Timbulnya permasalahan ini disebabkan pada masa
itu Indonesia sedang berjuang merebut kemerdekaan.
Contoh karya
pada saat itu, Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (kumpulan cerpen)
karya Idrus, Atheis (novel) karya Achdiat Karta Mihardja, dan Jalan
Tak Ada Ujung (novel) karya Mochtar Lubis.
d.
Periode angkatan 1950
Angkatan ini
mulai muncul (lahir) pada tahun 1950, menguat pada 1955-1965, dan melemah pada
1970. Corak sastra pada periode ini beragam, ada yang tunduk dengan politik dan
ada yang tetap bebas. Contoh karya pada periode ini Pulang (novel) karya
Toha Mochtar, Penakluk Ujung Dunia (novel) karya Bokor Hutasuhut, dan Di
Tengah Padang (kumpulan cerpen) karya Bastari Asnin.
e.
Periode angkatan 1970
Angkatan ini
sudah mulai muncul pada 1960-an, namun mulai menguat pada 1970-an dan melemah
sekitar tahun 1980-an. Pada periode ini mesin cetak mulai berkembang sehingga
banyak karya sastra yang bermunculan. Tema yang muncul pada karya periode ini
adalah sufistik (religius) dan absurdisme (simbolik). Contoh karya pada periode
ini Godlob (kumpulan cerpen) karya Danarto. Olenka (novel) karya Budi
Darma, Stasiun (novel) karya Putu Wijaya, dan Khotbah di Atas Bukit
(novel) karya Kuntowijoyo.
Setelah periode
ini, karya sastra semakin menjamur dengan tema yang lebih beragam. Selain itu,
jenisnya juga semakin banyak seperti cerpen koran. Banyak juga penulis
perempuan yang mengangkat tema feminisme dan sastra islami.