Wednesday, 24 October 2018

Teka-teki silang tentang "Dongeng"

Dongeng merupakan salah satu materi pelajaran bahasa Indonesia untuk SMP kelas VII.
Salah satu pengalaman saya ketika mengajarkan dongeng adalah siswa sering mengantuk dan tidak memahami materi yang disampaikan.
Beberapa waktu yang lalu, saya menemukan solusi membuat proses pembelajaran dongeng hingga evaluasi berjalan efektif dan menyenangkan, yaitu melalui teka teki silang.
Pada teka-teki silang tersebut diberikan satu kata bantuan "Kamandaka".
Berikut contohnya:








TTS Dongeng

















5C
I
U
N
G
W
A
N
A
R
A










I














1  J





P
6 H
A
N
G
T
U
A
H






A
2  S

4 K


T














K
A
3 M
A
N
D
A
K
7 A












A
G
I
N


R














T
E
T
C


A














A

E
I


S














R


L


A














U
















8 M
A
H
A
BB
A
R
A
T
A












Soal mendatar:
5. Salah satu sage yang terkenal di Nusantara.
6. Contoh Hikayat melayu asli.
8. Epos yang bercerita tentang Pandhawa dan Kurawa.

Soal menurun:
1. Dongeng yang bercerita tentang seorang ksatria bertemu dengan bidadari di sebuah sungai.
2. Dongeng yang mengandung unsur sejarah.
3. Dongeng yang mengandung unsur misteri.
4. Tokoh yang memiliki watak cerdik dan sering diceritakan dalam fabel.
5. Tokoh perempuan yang dicintai oleh Kamandaka.
6. Dongeng yang berasal dari Melayu.
7. Salah satu hal yang membuat dongeng dianggap menarik.

Monday, 27 March 2017

PROSA FIKSI (Pengertian, Jenis, Unsur, dan Sejarah Perkembangan)

1.     Pengertian Prosa Fiksi
Prosa Fiksi adalah karya sastra berbentuk narasi atau cerita yang bersifat khayal atau rekaan dan tidak benar-benar terjadi di dunia nyata.
2.     Jenis-Jenis Prosa Fiksi
Prosa fiksi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu prosa diksi modern dan prosa fiksi lama.
a.    Prosa fiksi modern
Prosa fiksi modern adalah karya sastra yang berbentuk cerita yang telah mendapat pengaruh dari Barat. Prosa fiksi modern memiliki beberapa ciri, yaitu:
1)    Dinamis: memiliki sifat yang mudah berubah.
2)    Rakyat sentris: ide cerita berpusat dan diambil dari kehidupan sekitar.
3)    Realistis: bersifat nyata, atau seperti kehidupan sehari-hari.
4)    Dipengaruhi sastra barat.
5)    Terdapat nama pengarang.
Selanjutnya, prosa fiksi modern dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan panjang pendek cerita, yaitu:
1)    Novel atau roman: cerita berbentuk prosa yang menjanjikan permasalahan-permasalahan secara kompleks dengan penggarapan secara lebih luas dan rinci.
2)    Novelet: cerita berbentuk prosa yang memiliki panjang cerita lebih panjang dari cerpen dan lebih pendek dari novel. Jika dilihat dari segi halaman, umumnya berjumlah 60-100 halaman.
3)    Cerpen: cerita berbentuk prosa yang pendek dan umumnya dapat dibaca hingga selesai kurang dari satu jam. Pendeknya cerita disebabkan masalah yang diceritakan, yaitu masalah yang paling penting dan menarik dalam diri tokoh. Dalam cerpen, alur dibuat lebih sederhana dengan memunculkan beberapa orang tokoh saja. Latar dan tema yang dilukiskan juga terbatas.
b.    Prosa fiksi lama
Prosa fiksi lama adalah karya sastra berbentuk cerita yang belum mendapat pengaruh dari Barat. Awalnya, prosa fiksi lama disampaikan melalui lisan, namun setelah dikenal tulisan, karya sastra ini mulai dikenal dalam bentuk tulisan. Berikut ciri-ciri prosa fiksi lama:
1)    Bersifat statis: cenderung mengalami perubahan yang lamban.
2)    Bersifat istana sentris: menceritakan kehidupan istana dan sekitarnya.
3)    Bersifat fantastis: banyak cerita seperti berkhayal (dongeng dan sebagainya).
4)    Dipengaruhi sastra Hindu dan Arab.
5)    Anonim atau tidak diketahui yang mengarang cerita tersebut atau tidak terdapat nama pengarangnya.
Prosa fiksi lama memiliki beberapa jenis, salah satunya adalah dongeng. Dongeng adalah suatu cerita yang bersifat khayal, tidak masuk akal, dan merupakan imajinasi pengarang sepenuhnya. Dongeng memiliki banyak jenis. Berikut beberapa jenis dongeng:
1)    Fabel: tokoh-tokohnya berupa binatang, contohnya: “Si Kancil”.
2)    Mite atau mitos: cerita tentang dewa-dewa atau makhluk halus, contohnya “Nyi Roro Kidul”.
3)    Legenda: keajaiban alam, contohnya “Terjadinya Danau Toba”.
4)    Sage: sejarah, contohnya “Lutung Kasarung”.
5)    Parabel: menggambarkan sikap moral dengan menggunakan perumpamaan, contohnya “Mahabarata”.
3.     Unsur-Unsur Prosa Fiksi
Ada dua macam unsur prosa fiksi, yaitu unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik.
a.    Unsur ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur di luar cerita, namun masih mempengaruhi cerita. Unsur ini meliputi biografi pengarang, kondisi sosial, ekonomi, sejarah, dan sebagainya.
b.    Unsur intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun cerita secara langsung dari dalam cerita tersebut. Unsur intrinsik karya sastra terdiri atas tokoh dan penokohan, alur, latar, gaya bahasa, tema, sudut pandang, dan amanat.
1)    Tokoh dan penokohan
Ada beberapa istilah yang harus dipahami dalam unsur ini, yaitu tokoh, watak/ karakter, dan penokohan. Tokoh adalah pelaku cerita. Watak/ karakter adalah sifat dan sikap para tokoh. Penokohan adalah cara pengarang menyajikan tokoh beserta wataknya.
Dalam cerita, ada beberapa macam tokoh. Dilihat dari segi penting tidaknya tokoh, terdapat dua macam tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang penting dan keberadaannya mendominasi cerita. Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya muncul beberapa kali dalam cerita.
Dilihat dari segi fungsi tokoh, terdapat tiga macam tokoh, yaitu tokoh protagonis, antagonis, dan tritagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang berusaha menyelesaikan tujuan suatu cerita, bisa dikatakan tokoh protagonis ini adalah tokoh utama. Tokoh antagonis adalah tokoh yang menghalangi tujuan tokoh protagonis. Tokoh tritagonis adalah tokoh yang tidak terlibat dalam tujuan protagonis dan antagonis namun memiliki pengaruh pada salah satu atau kedua tokoh tersebut.
Ada beberapa cara atau teknik yang digunakan pengarang dalam menyajikan tokoh beserta wataknya dalam cerita.
a)    Teknik langsung (eksplositori/analitik)
Penggambaran dilakukan dengan memberikan deskripsi secara langsung oleh pengarang atau penulis
b)    Teknik tidak langsung (dramatik)
Pembaca mencari tahu watak tokoh dalam cerita. Ada beberapa macam cara yang dapat dilakukan untuk menggambarkan watak tokoh denga teknik tidak langsung. Cara-cara tersebut adalah:
(1)  Dialog antartokoh
(2)  Pelukisan tindakan tokoh
(3)  Pemikiran dan perasaan tokoh
(4)  Arus kesadaran
(5)  Reaksi tokoh lain
(6)  Pelukisan latar
(7)  Penukisan fisik tokoh
2)    Alur
Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang sambung menyambung dalam sebuah cerita berdasarkan logika sebab akibat. Berikut ini macam-macam alur:
a)    Alur maju: tahapan alur disajikan secara runtut dari awal (perkenalan) hingga akhir (penyelesaian).
b)    Alur mundur: tahapan alur disajikan dari akhir (penyelesaian atau kondisi saat ini) baru tahap awal (perkenalan atau kondisi masa lampau). Alur ini biasa disebut flashback.
c)    Alur maju dan mundur (campuran): dalam sebuah karya, terdapat dua alur sekaligus, yaitu maju dan mundur.
Umumnya, alur atau plot dalam sebuah karya melalui beberapa tahapan, yaitu:
a)    Tahap perkenalan: pembuka cerita yang umumnya berisi pengenalan tokoh dan informasi awal mengenai cerita.
b)    Tahap pemunculan konflik: awal terjadinya konflik.
c)    Tahap klimaks: berkembang dan memanasnya konflik.
d)    Tahap antiklimaks: konflik mulai mereda.
e)    Tahap penyelesaian: konflik teratasi, cerita bisa berakhir dengan bahagia, sedih, atau datar.
3)    Latar
Latar adalah keterangan tempat, waktu, suasana, dan kondisi sosial terjadinya suatu cerita. Berikut adalah macam-macam latar:
a)    Latar tempat: berhubungan dengan lokasi terjadinya peristiwa dalam cerita, misalnya di taman, di sekolah, di hutan, dan sebagainya.
b)    Latar waktu: berhubungan dengan saat atau kapan terjadinya peristiwa dalam cerita, misalnya pagi, siang, sore, malam, dan sebagainya.
c)    Latar suasana: berhubungan dengan kondisi emosional, misalnya marah, sedih, takut, gembira, dan sebagainya.
d)    Latar sosial: berhubungan dengan keadaan dalam cerita, misalnya adat istiadat, budaya, norma, dan sebagainya.
4)    Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah cara pengarang menggunakan bahasa untuk menciptakan efek keindahan dan memberikan kesan mendalam pada cerita. Ada beberapa cara untuk menciptakan hal tersebut, salah satunya adalah citra atau imaji. Citra atau imaji adalah susunan kata yang mampu memperjelas tangkapan pancaindra pembaca.
Melalui pencitraan atau pengimajian, sesuatu yang digambarkan pengarang seolah-olah dapat dilihat (citraan penglihatan), didengar (citraan pendengaran), dicium (citraan penciuman), diraba (citraan perabaan). Dan dicecap (citraan pencecap).
5)    Sudut pandang
Penceritaan atau sudut pandang adalah posisi pengarang dalam melukiskan cerita. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan pengarang dalam melukiskan cerita, yaitu:
a)    Sudut pandang orang pertama: pengarang berada dalam cerita sebagai tokoh. Ada dua macam sudut pandang oeang pertama, yaitu:
(1)   Sudut pandang orang pertama pelaku utama: ditandai dengan penggunaan kata ganti “aku” pada pelaku utama.
(2)   Sudut pandang orang pertama pelaku tambahan: ditandai dengan pengunaan kata ganti “aku” pada pelaku tambahan yang secara utuh menceritakan tokoh utama.
b)    Sudut pandang orang ketiga: pengarang berada di luar cerita. Ada dua macam sudut pandang orang ketiga.
(1)   Sudut pandang orang ketiga terbatas: ditandai dengan penggunaan kata ganti dia, ia, mereka, atau nama tokoh. Pada sudut pandang ini, pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi tanpa bisa menceritakan apa yang ada di dalam hati para pelaku.
(2)   Sudut pandang orang ketiga serba tahu: ditandai dengan penggunaan kata ganti dia, ia, mereka, atau nama tokoh. Namun, dalam sudut pandang ini, pengarang menceritakan dan tahu segala sesuatu yang terjadi, termasuk apa yang ada di isi hati para tokoh dan motivasi tokoh.
6)    Tema
Tema adalah pokok pembicaraan yang mendasari cerita.
7)    Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita.

4.     Sejarah Perkembangan Prosa Fiksi di Indonesia
Prosa fiksi telah muncul dan berkembang sejak lama. Dengan melihat kesamaan ciri-ciri pada karya-karya yang dihasilkan dari waktu ke waktu, dirumuskanlah periodisasi karya-karya sastra prosa fiksi di Indonesia.
a.    Periode Balai Pustaka (1920-1930)
Angkatan Balai Pustaka lahir pada tahun 1920, menguat pada 1925-1935 dan melemah pada 1940. Jenis prosa yang dominan pada periode ini adalah roman atau novel. Permasalahan yang diangkat kebanyakan roman pada periode ini adalah adat, jarak antara kaum tua dan kaum muda, umumnya bersifat kedaerahan. Contohnya Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, Siti Nurbaya karya Marah Rusli, dan Salah Asuhan karya Abdul Muis.
b.    Periode Pujangga Baru
Angkatan Pujangga Baru lahir pada tahun 1930, menguat pada 1933-1940, dan melemah pada 1945. Jenis prosa yang dominan adalah roman. Permasalahan yang diangkat pada periode ini adalah kehidupan masyarakat kota, individu manusia, nasionalisme, dan bersifat didaktis. Contohnya Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana, Belenggu karya Armijn Pane, dan Di Bawah Lindungan Ka’bah karya Hamka.
c.    Periode 1945
Angkatan ini populer dengan nama angkatan Chairil Anwar dengan puisi-puisinya. Untuk prosa fiksi, bentuk cerpen mulai dominan menyertai roman. Angkatan ini lahir pada 1940, menguat oada 1943-1953, dan melemah pada 1955-an. Permasalahan yang muncul dalam karya periode ini seputar kemasyarakatan, kemiskinan, hak asasi, ketidakadilan, dan lain-lain. Timbulnya permasalahan ini disebabkan pada masa itu Indonesia sedang berjuang merebut kemerdekaan.
Contoh karya pada saat itu, Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (kumpulan cerpen) karya Idrus, Atheis (novel) karya Achdiat Karta Mihardja, dan Jalan Tak Ada Ujung (novel) karya Mochtar Lubis.
d.    Periode angkatan 1950
Angkatan ini mulai muncul (lahir) pada tahun 1950, menguat pada 1955-1965, dan melemah pada 1970. Corak sastra pada periode ini beragam, ada yang tunduk dengan politik dan ada yang tetap bebas. Contoh karya pada periode ini Pulang (novel) karya Toha Mochtar, Penakluk Ujung Dunia (novel) karya Bokor Hutasuhut, dan Di Tengah Padang (kumpulan cerpen) karya Bastari Asnin.
e.    Periode angkatan 1970
Angkatan ini sudah mulai muncul pada 1960-an, namun mulai menguat pada 1970-an dan melemah sekitar tahun 1980-an. Pada periode ini mesin cetak mulai berkembang sehingga banyak karya sastra yang bermunculan. Tema yang muncul pada karya periode ini adalah sufistik (religius) dan absurdisme (simbolik). Contoh karya pada periode ini Godlob (kumpulan cerpen) karya Danarto. Olenka (novel) karya Budi Darma, Stasiun (novel) karya Putu Wijaya, dan Khotbah di Atas Bukit (novel) karya Kuntowijoyo.

Setelah periode ini, karya sastra semakin menjamur dengan tema yang lebih beragam. Selain itu, jenisnya juga semakin banyak seperti cerpen koran. Banyak juga penulis perempuan yang mengangkat tema feminisme dan sastra islami.