Tuesday, 27 October 2015

Negeri Haha Hihi (Gus Mus)

Negeri Haha Hihi KH. Mustofa Bisri
Bukan karena banyaknya grup lawak, maka negeriku selalu kocak
Justru grup – grup lawak hanya mengganggu dan banyak yang bikin muak
Negriku lucu, dan para pemimpinnya suka mengocok perut

Banyak yang terus pamer kebodohan dengan keangkuhan yang menggelikan
Banyak yang terus pamer keberanian dengan kebodohan yang mengharukan
Banyak yang terus pamer kekerdilan dengan teriakan memilukan
Banyak yang terus pamer kepengecutan dengan lagak yang memuakkan

hahaha penegak keadilan 
jalannya miring
Penuntut keadilan kepalanya pusing
Hakim main mata dengan maling
Wakil rakyat baunya pesing hihihihi

kalian jual janji – janji untuk menebus kepentingan sendiri
kalian hafal pepatah produktif untuk mengelabui mereka yang tertindih
Pepatah petitih

hahaha Anjing menggonggong kafilah berlalu, sambil menggonggong kalian terus berlalu hahaha
Ada udang dibalik batu, udang kepalanya batu hahaha
Sekali dayung dua pulau terlampaui, sekali untung dua pulau terbeli hahaha

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, kalian mati meninggalkan hutang hahaha
Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri,
lebih baik yook hujan – hujanan caci maki.

Thursday, 15 October 2015

Desa mawa cara, negara mawa tata


Desa mawa cara, negara mawa tata

Artinya desa mempunyai adat sendiri, negara mempunyai hukum sendiri, atau setiap tempat memiliki adat kebiasaan masing-masing yang berbeda dengan tempat-tempat lainnya. Misalnya, cara mencari air antara orang gunung dengan orang di daratan rendah pasti berbeda. Orang di gunung harus mengambil air di sumber atau mata air yang agak jauh, sedangkan di daratan rendah cukup dengan membuat sumur di halaman rumah masing-masing.

Selain menegaskan bahwa setiap tempat memiliki adat kebiasaannya masing-masing, peribahasa ini juga mengingatkan kepada para pendatang di suatu tempat (yang datang dari daerah lain), agar menghormati adat yang telah berjalan di tempat barunya. Syukur-syukur jika orang tersebut sedikit demi sedikit mau menganut adat serta tata cara yang cocok dengan hatinya. Artinya, apabila ada bagian-bagian yang kurang disetujui tentu saja tidak perlu dijalankan. Hal yang penting, nilai-nilai yang tidak disetujui jangan dijelek-jelekkan, dilecehkan, apalagi bermaksud mengubahnya secara drastis. Apabila dilakukan, perbuatan seperti itu dapat menimbulkan kebencian orang banyak, dan jika sampai muncul kesalahpahaman yang sering ujung-ujungnya akan menimbulkan konflik yang tidak diinginkan.

Sastra, Jembatan Pendidikan Karakter di Sekolah


Sastra, Jembatan Pendidikan Karakter di Sekolah
Saat ini moral bangsa Indonesia sudah cukup memprihatinkan. Krisis moral dirasakan hampir disemua daerah di Indonesia. Peredaran narkoba, pencurian, perampokkan, hingga kasus korupsi yang dilakukan oleh anggota dewan. Dalam dunia pendidikan sendiri, banyak fenomena-fenomena yang menggambarkan kondisi moral bangsa yang semakin memprihatinkan. Tawuran antarpelajar, mencontek pekerjaan teman, dan kecurangan dalam ujian nasional merupakan salah satu dari sekian banyak krisis moral yang melanda bangsa ini.
Penyebab semua itu tidak hanya oleh krisis ekonomi, tetapi juga oleh krisis akhlak yang berakar dari kurangnya penanaman pendidikan karakter. Secara sederhana pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha untuk membantu peserta didik mengembangkan seluruh potensinya baik hati, pikir, rasa, karsa, serta raga untuk menghadapi masa depan. Sedangkan pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai suatu upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal dan mempraktikkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan dalam hubungannya dengan sesame manusia maupun hubungannya dengan Tuhannya.
Sejauh ini, pendidikan karakter yang direncanakan masih berupa penyuluhan dan pembelajaran berdasarkan pada pengembangan karakter. Dibutuhkan cara yang kreatif dan inovatif agar pendidikan karakter yang diimpikan tepat sasaran. Tidak hanya melalui pengajaran di dalam kelas, tetapi juga dengan sosialisasi nilai-nilai moral yang ada di masyarakat. Salah satunya melalui penggalian kearifan lokal dan budi luhur yang terkandung dalam karya sastra.
Pendidikan karakter melalui penggalian nilai-nilai luhur dan ajaran moral yang terkandung teks-teks sastra adalah cara kreatif yang efektif. Sebagai contoh beberapa karya penulis dalam negeri yang dapat dinikmati dan menjadikan pencerahan bagi pembaca antara lain Andrea Hirata dengan tetralogi Laskar Pelangi. A. Fuadi dengan  dwilogi Negeri Lima Menara.  Habiburrahman el Syrazi dengan Ayat-Ayat Cinta. Prie G.S dengan Ipung. Membaca karya-karya tersebut, kita akan dapat merasakan dahsyatnya kekuatan bahasa dalam mempengaruhi pembaca. Namun, saatinidi Indonesia, posisi karya sastra masih terbilang rendah. Sebagian besar masyarakat nyaris sebelah mata memandang karya-karya sastra Indonesia. Padahal, dengan kita membaca karya sastra kita dapat mengambil nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Pengajaran sastra dapat dijadikan sebagai jembatan pendidikan karakter di sekolah. Apabila siswa tidak mau atau malas untuk belajar sastra, justru mengakibatkan siswa tersebut makin jauh dari nilai-nilai moral. Kita dapat melatih dan mengembangkan IQ, EQ, dan SQ siswa melalui kegiatan apresiasi sastra. Siswa dapat memahami dan mempraktikkan nilai-nilai moral baik di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan masyarakatnya melalui kegiatan membaca karya sastra.
Dengan demikian tinggal peran guru, khususnya guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam menggiring siswanya agar gemar membaca. Khususnya membaca karya sastra. Nilai-nilai moral yang terdapat di dalam karya sastra seperti taat kepada ajaran agama, toleransi, disiplin, tanggung jawab, kasih sayang, gotong royong, kesetiakawanan, saling menghormati, sopan-santun, kejujuran, dan sebagainya, banyak ditemukan dalam karya sastra. Bila karya sastra itu dibaca, dipahami maknanya, serta ditanamkan pada diri siswa, siswa akan menjunjung tinggi nilai-nilai moral.
Jika pendidikan karakter melalui sastra ini dilakukan secara sungguh-sungguh, bukan tidak mungkin kelak remaja sebagai generasi penerus bangsa ini akan memiliki kepribadian yang jauh lebih berkarakter serta dapat menjalani kehidupan sebagai manusia yang berpendidikan dan berkebudayaan. Bangsa Indonesia akan kembali dikenal sebagai bangsa timur yang identik dengan sifatnya yang ramah, bersahabat, tidak individualis, dan saling tolong menolong satu sama lain, tutur kata yang lembut dan sopan dalam berpakaian. Bangsa Indonesia juga akan kembali menjadi bangsa yang berketuhanan yang maha esa; bangsa yang menjunjung kemanusiaan yang adil dan beradab; bangsa yang mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa; bangsa yang demokratis dan menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia; serta bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan.

Wednesday, 14 October 2015

Berbudi bawa laksana


Berbudi bawa laksana

Berbudi bawa laksana artinya berwatak konsekuen baik terhadap kata maupun tindakannya. Jika dikaitkan dengan ungkapan dalam berbahasa Indonesia, maknanya sama dengan satunya kata dengan perbuatan. Biasanya, ungkapan ini ditujukan kepada para pemimpin agar konsisten dalam bersikap. Semua yang dikatakan dan dijanjikan akan ditepati, tidak diubah, dan tidak dikurangi.
Karakter berbudi bawa laksana merupakan salah satu karakter terpuji. Pemimpin yang berhasil mewujudkan sikap demikian, akan menjadikan rakyat tenang, tenteram, dan puas. Hal ini perkataannya selalu dijaga, diperhitungkan dengan cermat dapatkah terlaksana atau tidak, sejalan odengan keinginan rakyat ataukah sebaliknya sehingga rakyat mengetahui bermacam duduk perkara yang melatarbelakangi kebijaksanaannya.

Wednesday, 7 October 2015

Alon-alon waton kelakon

Alon-alon waton kelakon
Artinya perlahan-lahan asal tercapai. Gara-gara peribahasa ini muncul anggapan bahwa orang jawa itu sulit maju karena hidupnya selalu pelan-pelan atau santai. Ada anggapan jika orang Jawa mengerjakan segala sesuatu senantiasa pelan, tidak pernah cepat dan cekatan, tidak sesegera mungkin berlari mengejar apa yang menjadi tujuan semula.
Pendapat seperti itu jelas keliru sebab makna peribahasa ini tidaklah demikian. "Alon-alon waton kelakon" adalah nasehat jangan suka terburu-buru, jangan berbuat ceroboh. Setiap harus diperhitungkan dengan cermat agar dapat dilaksanakan dengan lancar. Artinya, setiap upaya untuk meraih apapun sangat memerlukan kewaspadaan, kepekaan dalam penyesuaian diri, memperhatikan kanan kiri, dan sebagainya. Apa gunanya berhasil meraih tujuan, bila karenanya hidup kita malah jadi penuh malapetaka. Maka, mengejar cita-cita memang bukan hal yang buruk, tetapi jangan lupa, orang harus benar-benar menjaga keselamatannya.
Ketika dikaji dengan cermat, peribahasa ini terkait dengan peribahasa lain. Misalnya aja nggege mangsa, kebat kliwat, ngangsa marakake brabala, dan sabar subur. Artinya apa yang dicita-citakan memang harus dikejar hingga tercapai. Akan tetapi jangan terburu-buru dan harus sabar (karena membutuhkan proses). Hal yang penting adalah berhasil. Jangan karena terburu ingin mencapai tujuan, lantas mengejarnya dengan serampangan dan membabi buta. Jika kita lupa asalmulanya, bahwa setiap tindakan bisa memunculkan masalah baru yang dapat merambat langkah.

Becik ketitik, ala ketara




    Artinya siapa berbuat baik akan terbukti (diketahui, diakui) dan dihargai oleh orang lain, sedangkan yang berbuat buruk akan tampak pula dengan sendirinya. Peribahasa ini adalah anjuran agar siapapun tidak takut berbuat baik. Meskipun ada orang lain yang tidak suka lantas kebaikan tersebut ditutup rapat-rapat, pada saatnya pasti akan muncul pula dan dihargai. Demikian juga sebaliknya, perbuatan tercela dan sengaja disimpan dengan sungguh-sungguh, akhirnya akan terbongkar juga pada saatnya.
     Peribahasa ini mengingatkan bahwa semua perbuatan, baik maupun buruk, akan memperoleh balasan masing-masing dengan setimpal. Artinya jika orang yang diberi kebaikan (ditolong) tidak (belum) bisa membalas, kita tidak perlu mengeluh atau merasa kecewa. Sebab, balasan tersebut dapat datang dari mana saja. Balasan tersebut bisa datang dari orang lain, atau bisa pula balasan tidak menimpa kita, tetapi menimpa istri atau anak cucu kita.
     Siapa pun yang mempunyai niat jelek sebaiknya diurungkan. Artinya, jangan gampang melakukan perbuatan buruk (tercela), baik kepada saudara sendiri, maupun kepada orang lain. Sebab, perbuatan buruk tidak akan menghasilkan apa pun, dan pada masanya akan terbongkar juga. Padahal yang menjadi pemicu terbongkarnya perbuatan buruk tadi terkadang adalah sebab-sebab yang tidak masuk akal. Entah karena teledor dalam menutupi aib dan dosa, entah karena jalannya hukum alam dan kehidupan yang membongkar semuanya.

Thursday, 1 October 2015

Menentukan Kalimat Utama atau Ide Pokok Paragraf


Menentukan Kalimat Utama dan Ide Pokok Paragraf


1. Contoh paragraf yang kalimat utamanya di awal (deduktif )
Ada banyak cara yang orang lakukan untuk mengisi hari pertamanya di tahun baru. Ada yang menyambut fajar pertama di puncak gunung. Ada yang biasanya bersenang-senang dengan konvoi kendaraan bermotor, atau merayakannya dengan pesta kembang api, atau mungkin merayakannya dengan pasangan masing-masing.

2. Contoh paragraf yang kalimat utamanya di akhir (induktif)
Ada orang yang menyambut fajar pertama di puncak gunung. Ada yang memilih bersenang-senang dengan konvoi kendaraan bermotor. Akan tetapi, ada juga yang memilih menyambut tahun baru dengan pesta kembang api, atau mungkin merayakannya dengan pasangan masing-masing. Ya, itulah berbagai cara yang dilakukan orang untuk mengisi hari pertamanya di tahun baru.

3. Contoh paragraf yang kalimat utamanya di awal dan di akhir (campuran)
Ada banyak cara yang orang lakukan untuk mengisi hari pertamanya di tahun baru. Ada yang menyambut fajar pertama di puncak gunung, bersenang-senang dengan konvoi kendaraan bermotor, atau merayakannya dengan pesta kembang api, atau mungkin merayakannya dengan pasangan masing-masing. Ya, itulah berbagai cara yang dilakukan orang untuk menyambut tahun baru.
4. Contoh paragraf yang kalimat utamanya di seluruh isi paragraf (paragraf narasi dan deskripsi)
Salah satu kerinduan ibu saya adalah melihat kami, anak-anaknya, dapat menyelesaikan pendidikan dan mendapat pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikan kami masing-masing. Di atas semua kerinduan itu, ia menanamkan kepada kami sikap yang takut akan Tuhan dan hati yang mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Ibu selalu mengajarkan. "Kalau bukan Tuhan yang menyertai dan memberkati usaha yang kita lakukan, maka semua usaha dan kekuatan yang kita kerahkan akan sia-sia. Karena itu, berdoalah untuk setiap hal yang sudah kita rencanakan dan mintalah tuntunan serta campur tangan-Nya. (paragraf narasi)
            Di dinding sebelah kanan tergantung sebuah rak buku yang seluruhnya juga dilapisi dengan kertas yang sama dengan alas meja. Rak itu penuh buku, teratur rapi, dan di atas rak ada beberapa map. Di bawah rak terpampang sebuah lukisan wayang yang besar di atas dasar kain warna merah, dilukis dengan tinta warna emas. Di bawahnya terdapat sebuah dipan, sama panjangnya dengan lukisan itu. Dipan tersebut ditutup bed cover merah dengan motif primitif tenunan Bali. (paragraf deskripsi).

Kririk Sosial dalam "Senyum Karyamin" Karya Ahmad Tohari


Kririk Sosial dalam "Senyum Karyamin" Karya Ahmad Tohari

Kritik Sosial
“Bapak Srintil”, begitulah kawan-kawan pecinta sastra menyebut Ahmad Tohari. Pengarang  yang sekarang menetap di Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas ini akrab dengan rakyat lapisan bawah. Tidak mengherankan kalau karya-karyanya selalu berpihak pada orang-orang desa yang bodoh, lugu, sengsara, menderita, dan selalu tabah dalam menghadapi kemelut hidupnya. Pembaca dan pecinta sastra mestinya tidak akan melupakan pengarang beken itu. Ia selalu mempersoalkan ketimpangan sosial yang terjadi di sekelilingnya, lebih luas lagi di negara tercinta ini yang sekarang sedang sakit, menderita menanggung beban kehidupan yang entah kapan akan selesai diatasi.
Senyum Karyamin merupakan kumpulan cerpen Ahmad Tohari yang jelas-jelas mengangkat ketimpangan sosial yang disampaikan dengan nada mengkritik. Kritik masyarakat bawah terhadap atasannya, rakyat terhadap pemerintah, bahkan berbagai kritik sosial dilontarkan dalam kumpulan cerpen tersebut.
Istilah kritik yang barang kali memanaskan telinga bagi mereka yang mendengarkannya merupakan sesuatu yang seharusnya dikembangkan dalam masyarakat demokrasi seperti negara kita. Pembelajaran apresiasi sastra pun sudah seharusnya mulai mencoba menanamkan sifat kritis dan kreatif terhadap siswa sejalan dengan era kebebasan menyatakan pendapat. .
Tohari dalam Senyum Karyamin menyodorkan kenyataan sosial yang terjadi di lingkungan kita. Hal ini terjadi karena Tohari termasuk golongan yang peka terhadap permasalahan sosial yang berkembang di lingkungannya. Kenyataan tersebut disodorkan agar golongan atasnya mengadakan perubahan. Cerpen “Senyum Karyamin” misalnya, menggambarkan potret kehidupan orang desa yang sengsara, menderita, dan selalu tabah. Untuk menyambung hidup, mereka selalu “gali lobang tutup lobang” tanpa mempetimbangkan akibat sikapnya itu. Yang penting, hari ini dapat hidup. Perhatikan kutipan berikut.
Denging dalam telinganya terdengar semakin nyaring. Kunang-kunang di matanya pun semakin banyak. Maka Karyamin sungguh-sungguh berhenti dan termangu .Dibayangkan istrinya yang selalu sakit harus menghadap dua penagih bank harian. Padahal Karyamin tahu, istrinya tidak mampu membayar kewajibannya hari ini,hari esok, hari lusa, dan entah hingga kapan, seperti entah kapan datangnya tengkulak yang telah setengah bulan membawa batunya (hlm. 5)
Pemaparan di atas menggambarkan tiga kehidupan, yaitu buruh, tengkulak, dan bank harian. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh sebagai mata rantai yang hampir dialami oleh orang-orang  lapiasan bawah pedesaan. Buruh selalu menguntungkan para tuannya. Buruh sebagai pihak yang selalu mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selalu menguntungkan para tengkulak. Selain itu, bank harian yang membungkus namanya sebagai koperasi pun turut andil dalam merusak tatanan kehidupan perekonomian orang-orang desa yang serba kekurangan.
Kenyataan di atas, disadari ataupun tidak , pengarang sebenarnya menyodorkan kenyataan sosial dengan harapan pihak yang berkaitan dapat menanggapi dengan mengadakan perubahan. Kritik yang dilontarkan oleh pengarang terhadap tengkulak dan bank harian itu agar masyarakat yang mempunyai modal jangan sampai melakukan penekanan dan permainan ekonomi yang dapat merugikan kaum bawah atau “wong cilik”.
Kritik terhadap tengkulak juga ditemukan dalam cerpen “Jasa-jasa Buat Sanwirya”. Ketika Sanwirya jatuh dari pohon kelapa, Sampir, Ranti, dan Waras sibuk memperbincangkan pertolongannya kepada Sanwirya dengan cara meminjamkan uang kepada tengkulak gula merah. Namun, keinginan mereka terdengar oleh istri Sanwirya seperti dalam kutipan berikut.
“Kita akan menemui tengkulak yang bisa menerima gula Sanwirya. Kukira takkan sulit meminjam sembilan puluh rupiah darinya”.
“Maksudnya agar Sanwirya nanti mengangsurnya? Pikiran yang bagus. Kalau semua sudah tidak keberatan kuminta Ranti menambah catatan!”
“Menolong? Oalah gusti…menolong?”
“Iya. Kalian tak suka kelaparan bukan?”
“Itukah sebabnya Kalian mencarikan pinjaman ke lumbung desa dan tengkulak?”
“Oalah pangeran… jangan lakukan itu. Wanti-wanti jangan. Kami takkan lebih senang dengan pinjaman-pinjaman itu”.(hlm. 11)

Jelas sekali kepada kita bahwa Tohari menentang sikap dan perbuatan tengkulak melalui tokoh istri Sanwirya.
Bentuk kehidupan lain yang dikritik oleh Tohari adalah sistem birikrasi pemerintah dan perilaku para priyayi zaman sekarang. Birokrasi pemerintah desa yang kurang akomodatif dan objektif tampak dalam kutipan berikut.
“Ya, kamu memang mbeling  Min. Di grumbul ini hanya kamu yang belum berpartisipasi. Hanya Kamu yang belum setor dana Afrika, dana untuk menolong orang-orang yang kelaparan di sana”(hlm. 6)..
Kritik yang dilontarkan oleh pengarang melalui tokoh aparat desa itu tampak sebuah kenyataan yang perlu dicermati dan dijadikan catatan penting.  Penerapan kebijaksanaan yang serupa saat ini masih banyak ditemukan dalam sistem birokrasi di negeri tercinta ini.
Kritik terhadap perilaku priyayi zaman sekarang dapat ditemukan dalam cerpen berjudul “Syukuran Sutabawor” sebagai berikut.
“Rupanya pohon jengkolku demikian ngeri bila kujadikan tutup lahat makam priyayi zaman akhir. Maka dia cepat-cepat berbuah,” demikian laporan sumber berita mengutip ucapan Sutabawor pada tetangga.”
“Eh, nanti dulu. Memang apa dan bagaimana priyayi zaman akhir itu? Apakah dia demikian sepele sehngga sebatang pohon pun tak sudi menjadi tutup lahat makamnya?” tanya seorang tetangga sambil menggigit sayap ayam yang tidak begitu besar.

“Priyayi zaman akhir itu kan priyayi zaman sekarang.” Kata seseorang (hlm. 40).

Tak dilupakan pula kritik megenai kedudukan para pembesar yang berada di kota besar. Cerpen “Ah, Jakarta” memaparkan kritik terhadap kebiasaan para pejabat yang kapan saja dapat beganti barang kesukaannya. Yang mengerikan bagi kita, mereka membeli barang kesukaannya tanpa membayar. Angkat telepon, barang datang dan sudah dibayar oleh sesorang. Misalnya, pada suatu malam seorang pejabat didatangi oleh perampok dan mereka menodongkan pistol kepadanya meminta barang-barang yang ada agar diserahkan. Namun, dengan tenang ia mengatakan, “Silakan ambil barang itu.” Cermati kutipan berikut.
“Pernah kami masuk ke rumah orang kaya di Kebayoran. Yang punya rumah bagus dan menjemput kami di ruang tengah dengan pistol di tangan. Kami siap berkelai. Tapi tuan rumah justru menawarkan barang-barangnya. Hanya satu permintaannya, agar kami tidak ribut-ribut. Dikemudian hari kami tahu bahwa yang kami rampok adalah seorang pejabat penting. Di rumah itu sedang ngendon dengan istri muda . Daripada heboh masuk koran, maka ia ambil jalan yang baik bagi kami dan amat bjak.
(hlm. 30).
Dua bentuk sindiran di atas, yaitu priyayi dan pejabat merupakan sebuah indikator yang dikritik oleh pengarang mengenai kondisi sosial zaman sekarang. Priyayi zman sekarang ternyata berbeda dengan priyayi zaman dahulu. Priyayi zaman sekarang dinilai oleh pengarang sebagai masyarakat yang kurang berharga. Berbeda dengan priyayi zaman dulu. Gambaran tersebut diungkapkan oleh Tohari dalam sebuah perbandingan pohon jengkol yang tidak mau menjadi tutup lahatnya ketika mereka meninggal. Sebuah sikap pengarang yang perlu dicontoh. Sebuah penolakan terhadap kedholiman.
Kedua cerpen di atas hampir setiap kalimatnya  berisikan sindiran yang bernada mengkritik. Sindiran terhadap para priyayi (pegawai). Dulu mereka bekerja untuk mengabdi dan melayani rakyat. Priyayi zaman sekarang  sebaliknya, ingin dilayani oleh rakyat seperti halnya raja. Melalui cerpen ini, pengarang menyodorkan kritik bahwa priyayi zaman sekarang miskin akan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati. Mereka cenderung mementingkan diri sendiri dan golongannya. Mereka kurang memahami penderitaan rakyat banyak. Itulah sebabnya, pohon jengkol saja tidak mau menjadi tutup liang lahatnya.
Sifat hedoisme, mementingkan dunia belaka juga mendapat sorotan pengarang yaitu ada cerpen “Rumah yang Terang”. Aspek sosial lainnya seperti perilaku masyarakat yang lupa akan asal-usulnya setelah mendapatkan kenikmatan juga mendapat kritikan seperti dalam cerpen “Kenthus”. Pergeseran nilai sosial yang berubah menjadi kebobrokan moral dipaparkan dalam cerpen “Blokeng”. Cerpen ini menggambarkan ketidakpedulian masyarakat terhadap penderitaan tokoh Blokeng (gadis tidak normal) yang terlah hamil tanpa diketahui siapa yang menghamili. Banyak memang, hikmah yang dapat diambil mengenai kritik sosial dalam buku kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari ini.
Apabila Senyum Karyamin kita kaji dan dideskripsikan secara detail, akan diperoleh gambaran kritik sosial mengenai sosial budaya, birokrasi, keamanan, perekonomian (perbankan, koperasi)  asuransi, hubungan majikan dan buruh, priyayi atau pegawai, nilai moral, agama, dan pola kehidupan lain termasuk pola hidup sederhana. Jadi buku kumpulan cerpen tersebut berisikan  masalah sosial yang cukup beragam yang dapat dimanfaatkan oleh guru Bahasa Indonesia sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra.

Deskripsi Kritik Sosial
No
Judul Cerpen
Hal yang dikritik
1.

2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Senyum Karyamin

Jasa-jasa Buat Sanwirya
Si Minem Beranak Bayi
Surabanglus
Tinggal Matanya Berkedip-kedip
Ah, Jakarta
Blokeng
Syukuran Sutabawor
Rumah yang Terang
Kenthus
Orang-orang Seberang Kali
Wangon Jatilawang
Pengemis dan Shalawat Badar

Birokrasi pemerintahan desa, tengkulak, bank harian
Lumbung desa, tengkulak
Kebiasaan kawin muda
Birokrasi perhutani
Sifat kemanusiaan

Pejabat yang korup
Pemimpin yang kurang memperhatikan rakyat
Perilaku priyayi
Kehidupan yang gemerlap
Pemimpin yang lupa asal-usulnya
Umat yang melalaikan kewajibannya
Rendahnya jiwa sosial
Penyalahgunaan lafal Allah dan Nabi

2. Implementasi Kritik Sosial dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Menengah Pertama (SMP)

1. Berpusat pada Siswa
Siswa adalah komponen pembelajaran yang berseluk beluk karena memiliki perbedaan-perbedaan: jenis kelamin, umur, motivasi, bakat dan minat, sosial budaya, latar belakang ekonomi dan lainnya. Mengingat demikian, siswa perlu mendapat pelayanan yang sama sesuai dengan harapan individu siswa belajar. Berkaitan dengan pembelajaran kritik sosial, siswa sebagai subjek pembelajaran diberi hak sepenuhnya untuk menanggapi permasalahan sosial yang mungkin berdekatan dengan lingkungannya. Kreatif dan sifat kritis siswa mengenai tanggapannya terhadap persoalan dalam cerita dibiarkan saja mengalir sejauh tanggapan tersebut beralasan dan bertanggung jawab. Perbedaan pendapat dalam mengartikan kode-kode bahasa, sastra, dan budaya dalam sebuah cerita merupakan sebuah kewajaran, bahkan perlu ditumbuhsuburkan . Pikiran siswa dalam menanggapi permasalahan cerita hanya bisa diakumulasikan dalam sebuah tanggapan refleksif setelah kegiatan belajar mengajar selesai. Guru, dalam hal ini hanya berfungsi sebagai fasilitator dan moderator yang bertugas menengahi ketika terjadi diskusi antarsiswa maupun antarkelompok diskusi.
Guru tidak mempunyai hak menghakimi siswa walaupun menurut analisis guru mereka keliru. Dengan demikian, siswa akan tumbuh kepercayaan, keberanian, motivasi untuk menemukan sesuatu, bahkan siswa akan terdorong untuk memaksimalkan dirinya dalam menggauli karya tersebut.

2. Belajar dengan Melakukan
Belajar cara ini, siswa menerapkan apa yang telah dibaca, dipahami, dan dikuasai. Penerapan yang dilakukan, setelah siswa membaca cerita dan telah didiskusikan dengan teman-temannya, mereka mendapat tugas untuk mencari permasalahan yang sama atau mirip dengan persoalan yang ditemukan dalam cerita. Tugas tersebut dikemas dalam bentuk cerita yang dikerjakan bisa secara individu atau kelompok.

3. Mengembangkan Kemampuan Sosial
Hasil karya siswa di atas kemudian ditukarkan dengan siswa lain atau kelompok yang lain untuk saling menilai dan menanggapi. Untuk keseragaman, penilaian atau tanggapan terhadap karya siswa oleh siswa yang lain, indikator penilaiannya dapat disiapkan oleh guru yang membimbing, misalnya: tokoh yang mengritik siapa? Apa saja yang dikritik? Siapa yang mendapat kritikan? Bagaiamana reaksi setelah tokoh tersebut dikritik? Bagaimana tanggapan Kalian mengenai pengungkapan masalah dalam cerita yang dibuat oleh kawannya?
Setelah rumusan-rumusan tersebut dijawab oleh siswa atau kelompok, masing masing siswa atau kelompok menyampaikan di depan kelas. Guru jangan dulu-dulu berkomentar. Guru berkomentar setelah diskusi selesai atau akhir pelajaran. Guru hanya mengawasi dan membimbing jalannya diskusi. Diupayakan kelas adalah milik siswa. Guru bisa duduk di belakang atau sewaktu-waktu mengelilingi kelompok yang sedang berdiskusi atau menyimak pembicaraan siswa lain.

4.   Mengembangkan Keingintahuan, Imajinasi, dan Fitrah Ber-Tuhan
Sebuah pembelajaran akan bermakna bagi siswa apabila didasari oleh sifat ingin tahu, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan. Ketiga dasar itu akan mendorong siswa untuk berpikir kreatif, mandiri, kritis, dan bersifat ke-Tuhanan. Berkaitan dengan kritik sosial, KBM dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut. (1) Guru mengantarkan pembelajaran dengan memberikan masalah yang menarik dalam sebuah cerpen, misalnya mengajukan pertanyaan berkaitan dengan cerpen berjudul “Senyum Karyamin”; Bagaimana tanggapan Kalian bila ada orang miskin diharuskan membayar iuran untuk memberi makan orang miskin lainnya?. (2) Siswa membaca cerpen untuk menemukan sesuatu yang menarik atau untuk menemukan jawaban yang telah diberikan oleh guru. (3) Hal yang menarik atau jawaban siswa atas pertanyaan yang diberikan oleh guru dikembangkan dalam sebuah pendapat pribadi, bisa berupa opini atau cerita rekaan. (4) Jawaban siswa atau  sesuatu yang ditemukan oleh siswa dalam sebuah cerpen kemudian dikaitkan dengan dasar ke-Tuhanan mereka. Siswa diminta untuk menyatakan pendapat yang disertai alasan baik alasan yang dikembangkan oleh pikiran mereka atau alasan yang berupa kejadian dalam kehidupan mereka.

5. Mengembangkan Keterampilan Memecahkan Masalah
Berkaitan dengan keterampilan memecahkan masalah , dapat ditempuh pembelajaran sebagai berikut. (1) Siswa mengidentifikasi kritik sosial yang ada dalam cerpen disertai alasan dan bukti. (2) Siswa mengidentifikasi kejadian sosial yang mirip dengan peristiwa dalam cerita. (3) Peristiwa dalam cerita dibandingkan dengan peristiwa yang terjadi di lingkungannya, lalu siswa membuat tanggapan dampak positif dan negatif atas peristiwa atau kejadian yang dimaksud. (4) Siswa membuat solusi pemecahan masalah atas kejadian dan peristiwa yang dimaksudkan.
Guru memberikan motivasi agar siswa terdorong memecahkan masalah. Apabila siswa kelihatan bingung atu diam-tidak aktif, guru segera mencarikan cara yang bersifat situasional. Jaga, agar siswa tidak patah semangat.

6. Mengembangkan Kreatifitas Siswa
Akhir sebuah KBM adalah refleksi atau penilaian. Sebuah penilaian atau refleksi pembelajaran apresiasi sastra adalah penghargaan terhadap karya. Siswa dapat menghargai karya sastra dengan memberi tanggapoan positif atau negatif, bisa dengan menerapkan  nilai-nilai dalam kehidupan. Sebaliknya, siswa bisa membenci nilai-nilai yang dipahami dalam karya yang baru saja dibaca. Dalam hal ini, siswa diberi kebebasan berpendapat dan berkreasi dalam menanggapi makna sebuah karya sastra sesuai dengan kemampuanm individu siswa. Guru tidak bisa menanggapi sepihak terhadap pendapat siswa.
Kreatifitas siswa dapat dikembangkan dengan menugasi siswa membuat sebuh tulisan (surat untuk kawan, puisi, humor, karikatur) yang bernada mengkritik. Setelah pembelajaran selesai, karya bisa ditempel di dinding-dinding yang telah disiapkan atau dimuat dalam media sekolah tersebut.

7.  Mengembangkan Kemampuan Menggunakan Ilmu dan Teknologi
Pengembangan kemampuan menggunakan iptek berkaitan dengan materi kritik sosial, dapat melakukan kegiatan sebagai berikut. (1) Laporan akhir tentang kritik sosial diketik komputer. (2) Presentasi hasil kerja kelompok dapat menggunakan media pembelajaran OHP. (3) Bagi sekolah yang mempunyai LCD, siswa dapat mencoba menggunakannya. (4) Apabila siswa masih malu mempresentasikan hasil analisisnya, mereka dapat mempresentasikan melalui media rekaman kaset.

8.  Menumbuhkan Kesadaran Sebagai Warga Negara yang Baik
Untuk menumbuhkan  wawasan dan kesadaran menjadi warga negara yang baik, cerpen Senyum Karyamin sangatlah tepat dipilih karena di dalam cerpen tersebut terdapat nilai-nilai sosial , moral-budaya, agama, ekonomi, dan nilai-nilai lain yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-niai tersebut misalnya, kesadaran sebagai warga yang baik, sistem birokrasi yang perlu diperbaiki, pemahaman terhadap nilai agama yang keliru, sistem perekonomian yang memihak pemodal, dan lain-lain.

9. Belajar Sepanjang Hayat
Dengan materi kritik sosil yang ditawarkan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin, siswa diharapkan terpengaruh dengan hal yang dipaparkan dalam peristiwa cerita sehingga akan timbul pola berpikir positif yang dapat memahami dirinya sebagai sesuatu yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Di samping itu, dengan memahami persoalan sosial dalam cerpen tersebut, siswa diharapkan dapat berkomunikasi dengan lingkungan dan dapat memahmi persoalan yang dialami oleh orang lain. Apabila mereka menemui persoalan dalam mayarakat, siswa telah memiliki keisapan secara mental.

10. Perpaduan Kompetensi, Kerjasama, dan Solidaritas

Apabila materi kritik diparkan seperti di atas, pembelajaran sastra dapat meningkatan kompetensi, memupuk jiwa kerja sama, dan menimbulkan sifat kesetiakawanan atau solidaritas. Dengan demikian, materi kritik dalam cerpen tersebut dapat menciptakan sifat kerjasama dan solidaritas, apabila KBM dilaksanakan secara kondusif dan  apresiatif sesuai dengan tujuan pembelajaran sastra yang sebenarnya.