Thursday, 27 August 2015

Analisis Psikologi Novel Supernova Episode Akar Karya Dewi Lestari


Analisis Psikologi Tokoh Utama pada Novel Supernova Episode Akar Karya Dewi Lestari

ABSTRAK
Penelitian novel Supernova Episode Akar in bertolak dari permasalahan pokok yaitu wujud aspek psikologi dalam pencarian jati diri tentang perjalanan kisah hidup Bodhi yang sebatang kara dalam menemukan jati dirinya serta berbagai rintangan yang muncul dan harus dihadapinya dengan tegar membuat dia menjadi seorang yang berkepribadian kuat, tegar, dan mudah menyesuaikan diri di lingkungan manapun dia berada. Setelah sebelumnya dia tinggal di lingkungan vihara dan diasuh oleh seorang Biksu. Pencarian pengalaman hidup Bodhi dimulai dengan menjadi seorang cleaning service sebuah hotel yang kemudian membawanya mendapatkan pengalaman hidup di tempat-tempat lain.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif, karena data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi fenomena Kata-kata kunci :
Pencarian Jati diri – Novel Supernova Edisi Akar - Psikologi

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif, karena data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi fenomena, tidak berupa angka-angka atau koefisien tentang hubungan antar variable.
Objek penelitian ini adalah aspek psikologi pada tokoh Bodhi dalam novel Supernova Episode Akar karya Dewi Lestari yang diterbitkan tahun 2002 oleh Truedee Books, Jakarta.
Wujud data dalam penelitian ini berupa kata-kata, frasa, kalimat, dan wacana yang terdapat dalam novel Supernova Episode Akar karya Dewi Lestari. Sumber data dalam penelitian ini adalah data kepustakaan yang berupa buku, transkrip, majalah, dan lain-lain yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, simak, dan catat. Hasil penyimakan itu dicatat sebagai data. Dalam data yang dicatat itu disertakan pula kode sumber datanya untuk pengecekan ulang terhadap sumber data ketika diperlukan dalam rangka analisis data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis mengungkapkan bahwa salah satu tema Novel Supernova menunjuk kepada pencarian jati diri. Teks supernova mengungkapkan berbagai pengalaman mengenai perjalanan tentang seorang backpacker yang dianalisis berdasarkan aspek psikologi.
Menurut Wundt (lih. Devidoff, 1981), psikologi itu merupakan ilmu tentang kesadaran manusia (the science of human consciousness). Para ahli psikologi akan mempelajari proses-proses elementer dari kesadaran manusia itu. Dari batasan ini dapat dikemukakan bahwa kesadaran jiwa direfleksikan dalam kesadaran manusia. Unsur kesadaran merupakan suatu hal yang dipelajari dalam psikologi itu.
Jiwa sebagai kekuatan hidup (levens beginsel) atau sebabnya hidup telah pula dikemukakan oleh Aristoteles, yang memandang ilmu jiwa sebagai ilmu yang mempelajari gejala-gejala kehidupan. Jiwa adalah merupakan unsur kehidupan, karena itu tiap-tiap makhluk hidup mempunyai jiwa. Jadi baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan menurut pendapat Aristoteles adalah berjiwa atau beranima. Karena itu maka terdapat tiga macam anima, yaitu:
1.      Anima vegetativa, yaitu anima atau jiwa yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan, yang mempunyai kemampuan untuk makan-minum, dan berkembang biar.
2.      Anima sensetiva, yaitu anima atau jiwa yang terdapat pada kalangan hewan yang di samping mempunyai kemampuan-kemampuan seperti pada anima vegetiva juga mempunyai kemampuan-kemampuan untuk berpindah tempat, mempunyai nafsu, dapat mengamati, dapat menyimpan pengalaman-pengalamannya.
3.      Anima intelektiva, yaitu yang terdapat pada manusia, selain mempunyai kemampuan-kemampuan seperti yang terdapat pada lapangan hewan masih mempunyai kemampuan lain yaitu berpikir dan berkemauan (Bigot, dkk., 1950).
Seperti yang telah dikemukakan di atas psikologi itu merupakan ilmu yang membicarakan tentang jiwa. Akan tetapi oleh karena jiwa itu sendiri tidak menampak, maka yang dapat dilihat atau diobservasi adalah perilaku atau aktivitas-aktivitas yang merupakan manifestasi atau penjelmaan kehidupan jiwa itu. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku maupun aktivitas-aktivitas yang lain. Karena itu psikologi merupakan suatu ilmu yang meneliti serta mempelajari tentang perilaku atau aktivitas-aktivitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan. Perilaku atau aktivitas-aktivitas di sini adalah dalam pengertian yang luas, yaitu meliputi perilaku yang menampak (overt behavior) dan juga perilaku yang tidak menampak (innert behavior), atau kalau yang dikemukakan oleh Woodworth dan Marquis ialah baik aktivitas motorik, aktivitas kognitif, maupun aktivitas emosional. Jadi dalam psikologi ada perilaku dan kehidupan jiwa atau psikis. Hal senada juga dikemukakan oleh Passer & Smith (2004) yang jelas-jelas dalam bukunya yang berjudul “Psychology (The Science of Mind and Behavior)”. Jadi dalam psikologi mencakup perilaku dan mind atau jiwa.
            Dalam pencarian jati diri, sangat memiliki potensi yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan jiwa manusia. Dapat dikatakan karakter manusia memiliki perubahan yang selalu tidak tetap, dari kondisi yang entrophy ke kondisi negen trophy. Kondisi entrophy merupakan kondisi dimana kesadaran manusia belum tertata rapih (pengetahuan, perasaan dsb) sebaliknya kondisi negen trophy merupakan kondisi dimana kesadaran manusia sudah tertata rapi, masing-masing isi berkaitan dan berfungsi secara maksimal.
            Kondisi Entrophy bodhi dimulai dari Pengalaman pahit dalam menjelajahi pencarian jati diri terjadi pada tokoh utama (bodhi) sebagai backpacker. pada awalnya tinggal di wihara dan dibesarkan oleh Guru Liong. Akhirnya nasib menggiringnya untuk berpetualang meningalkan wihara tersebut. Awal dari penjelajahan Bodhi di awali di Bangkok kemudian ke Laos, kembali lagi ke Bangkok dan akhirnya ke Kamboja dengan petualangan yang makin seru karena Kamboja adalah area konflik para pasukan pemberontak. Dalam petualangannya itu, Bodhi bertemu dengan orang-orang hebat yang mengubah nasibnya. Pelajaran hidup akan selalu didapat dimanapun dia berada, bahwa Dalam kehidupan ini kita tidak tahu pasti apa yang akan kita hadapi. Hal ini secara eksplisit disampaikan pengarang melalui penyampaian Bodhi ketika menyudahi ceritanya :
Hidup ibarat memancing di Kali Ciliwung. Kamu tidak pernah tahu apa yang akan kamu dapat: ikan, impun, sendai jepit, taik, bangkai, dan benda-benda ajaib lain yang tak terbayangkan. Dan nggak perlu dibayangkan. Jangan pernah tebak-tebakan dengan Ciliwung tentang isi perutnya. Terima kasih. (halaman 199)
Semasa di wihara Bodhi sangat memiliki karakter atau jiwa yang sangat berbeda dengan teman seusianya. Semasa kecilnya bodhi selalu tinggal di wihara tanpa bermain diluar dengan temannya meninggalkan wihara (kuper). ia selalu mendapat pendidikan dari guru liong hingga pada akhirnya ia diketahui memiliki indera keenam bahkan dikira memiliki kelainan (gila). Hal ini tercermin pada kutipan :
“umur enam tahun saya baru sadar ada yang tidak beres. Dunia yang tertangkap panca indera saya ternyata beda dengan orang lain. Kadang-kadang saya harus jalan sambil terus meraba tembok supaya bisa tetap mengukur dimensi panjang lebar-tinggi, sesuatu yang kalian lakukan tanpa usaha. Ketika lantai yang saya pijak mendadak hilang dan berubah jadi pusaran api, saya bingung mana yang harus saya percaya : mata atau jari kaki. Merem juga percuma. Seringnya kelopak in ngga berfungsi. Apa yang saya lihat dengan mata terbuka dan terpejam. . . sama. Kalau udah ngga kuat saya Cuma bisa nangis atau ngompol.” (hlm. 33)
“pernah juga saya terbangun dan menemukan tubuh ini melayang tanpa tempat tidur, bahkan tanpa ruangan. Sekeliling saya Cuma hitam dan lampu-lampu kecil yang banyak sekali. Saya baru pingsan waktu melihat ada bola biru  terapung di bawah jempol kaki.” (hlm. 33)

Pada usia enam tahun, jelaslah bodhi memiliki jiwa semacam halusinasi yang sangat hebat hingga membuat dirinya sulit mengontrol sampai kemarahan pun mendatangi dirinya. Halusinasi tersebut terus menghampirinya hingga bodhi beranjak dewasa.
Pada usia 11 tahun bodhi mengalami hal yang sama, kemampuanya dalam menginterpretasikan suatu keadaan yang mustahil dicerna oleh manusia pada umumnya. Hal ini tercermin pada kutipan:
“Kejadian lain, waktu saya berumur sebelas tahun, ketika sedang makan bakpao manis favorit saya. Dan, entah bagaimana awalnya, tiba-tiba saya merasa bakpao itu diselimuti selaput halus yang bergerak-gerak, cepat sekali. Saking cepatnya, bentuk bakpao saya tetap utuh . . . tapi dia seperti hidup! Dan ketika saya melihat sekeliling, ternyata selaput aneh itu ada dimana-mana: di rambut, di muka, di tangan, di udara, di sampah lebih banyak lagi. Sampai saya sadar selaput itu adalah kawanan kuman, atau apalah, mikroorganisme yang seharusnya tidak terlihat oleh mata telanjang. Sejam lebih pemandangan itu ngga hilang-hilang. Hasilnya, saya ngga bisa makan tiga hari. Plus, sembelit seminggu karena tidak kuat melihat berak seminggu.”(hlm. 34)
“Beranjak remaja, pengalaman aneh itu berubah tipe. Bukan lagi pemandangan seram-seram, tapi sepertinya tubuh saya mengejar pengalaman yang lebih terpadu. Satu hari, ketika selesai meditasi sambil berbaring, saya bangkit duduk dan . . . badan ini tidak ikut. Waktu itu saya merasa yakin sudah mati, karena lama-lama sensor atas dunia—realitas fisik ini—hilang. Semua pang saya lihat bergerak cepat sesuai gerak pikiran. Bisa kalian bayangkan? Ternyata pikiran itu tak terhingga liarnya, luasnya, cepatnya. Luar biasa ringan, sekaligus mengerikan. Saya tidak bisa kasih gambaran persisnya. Cuma penyair barangkali Uia. Itu juga kalau mereka tak jadi gila. Setelah beberapa saat lompat-lompat—atau entah apa namanya itu—saya kembali tersedot, masuk ke tubuh lagi, dan rasanya sangat, SANGAT sakit. Pertama kali itu terjadi, saya muntah-muntah, lalu jadinya tidur terus. Kayak bayi baru lahir yang masih beradaptasi dengan tubuh sendiri. Tapi lama-lama, setelah kejadian sama terulang dan tendang lagi, akhirnya, ya biasa juga.” (hlm.35)
“Fase berikut, yang menurut saya paling parah, yaitu ketika diri saya sering berubah identitas. Maksudnya begini. Tahukah kalian bagaimana rasanya jadi tikus got? Kucing? Bahkan lalat? Saya tahu. Lalat merupakan pengalaman pertama. Hari itu ada satu ekor yang hinggap di atas nasi yang sedang saya makan. Saya cuma melihatnya sekilas sebelum mengibas, dan tahu apa yang terjadi? Mendadak kepala saya kesemutan, seperti diremas dan dibawa lari. Tiba-tiba, dunia jadi kabur, berpendar, dengan warna-warna menyala yang aneh. Saya tidak mengenal apapun yang saya lihat. Kata- kata hilang, tinggal . . . rasa. Lapar. Takut. Sesaat kemudian, semuanya lenyap lagi, dengan sensasi kesetrum yang sama. Tadinya saya nggak yakin apa artinya. Saya baru sadar ketika bertatapan lagi dengan si lalat, yang masih diam. Tapi kali ini, saya melihat diri saya . . . dalam dirinya.
Sejak itu banyak sekali pengalaman terulang, bahkan cuma binatang, manusia juga. Selama sekian detik, saya merasakan persis apa yang mereka rasakan. Berpapasan di jalan dengan seseorang, tiba- tiba saya perspektif saya berbalik, berlawanan arah sesuai dengan perspektif orang itu. Awalnya memang asyik. Dan karena cuma terjadi beberapa detik, jadinya menyenangkan. Tapi, saya tidak punya kendali—semua kejadian itu nggak ada tanda-tanda—Cuma bisa pasrah dan siap dikejutkan kapan saja. Saya mulai takut bakal terjadi sesuatu yang mengerikan. Dan memang betul . . . Satu hari, saya lewat lapangan besar yang lagi ada upacara kurban. Nggak sengaja, mata saya beradu dengan sapi yang mau disembelih, dan . . . badan saya tiba- tiba kaku. Saya tidak bisa menjabarkan. Pokoknya ingin meledak. Air mata dan keringat dingin banjir jadi satu. Badan ini kayak dilem di tembok, tidak bisa bicara, rahang kejang. Dan, makin- makin gawat karena ada PULUHAN  hewan kurban disana! Kambing, domba, sapi, . . . semuanya mengirimkan getaran yang sama dahsyat. Akhirnya saya meletus, meraung- raung, histeris, rubuh, kejang- kejang, ngpmpol dan berak di celana, sampai akhirnya pingsan. Sadar- sadar sudah di rumah sakit. Dokter bilang, pada kasus kejang separah itu, orang bisa mati atau paling tidak sembuh total. Saya koma lima hari, tapi bisa sembuh seratus persen kurang dari 36 jam. Baru di sanalah Guru Liong yakin kalau saya ini memang—lain. Atau lebih tepat: kelainan.” (hlm.38)


Ada beberapa karakter bodhi yang memiliki pengaruh kuat hingga analisis ini menggunakan analisis psikologi. Antra lain :
Bodhi yang memiliki karakter rendah hati terhadap guru liong. Hal ini tercermin pada kutipan :
“Berhenti memanggil saya Qianbei guru. Itu tidak pantas. Saya yang seharusnya memanggil begitu—“ (hlm.39)
Bodhi memiliki keteguhan prinsip meski terkadang harus dapat ia pertahankan di tengah-tengah suasana yang selalu berganti dan sangat kuat pengaruhnya ketika ia sedang dalam perjalanan mencari pengalaman di dalam hidupnya.
Bodhi harus dapat mempertahankan segala sesuatu terlebih yang menyangkut kepercayaan dan pedoman hidup. Di sisi lain Bodhi juga harus dapat membaur dan berinteraksi dengan orang disekelilingnya yang memeng berbeda, baik tingkah laku maupun kebudayaan. Dapat dikatakan Bodhi mampu bersaing di arus yang kental akan budaya barat. Meski mengikuti aliran punk ia tidak merokok, sex, mabuk dsb
Dengan Halusinasi yang selalu menghampiri bodhi dan karakter bodhi yang sangat kuat membuat bodhi ingin terus mengetahui apa penyebab semua itu terjadi di luar kepala manusia. Psikologi bodhi lah yang memaksa bodhi berpetualang mencari jati dirinya meski sebenarnya ia ingin menyudahi pengembaraanya, dalam perjalanannya sebagai backpacker ia bertemu dengan backpacker lain.
Sebagai sebuah komunitas, backpackers mempunyai sebuah konvensi sosial tersendiri yang menjadi ciri khasnya. Petualangan yang menjadi tujuan backpacker membuat komunitas ini secara sadar maupun tidak sadar saling membutuhkan antarsesama backpacker. Dalam interaksinya dengan sesama akan muncul berbagai tradisi berkaitan dengan kekhasan komunitas backpackers. Interaksi dengan selain komunitasnya, lebih-lebih interaksi dengan masyarakat di negara kunjungan menjadi sebuah interaksi yang penting bagi backpecker.
Dimensi sosial komunitas backpacker dalam novel Supernova Episode Akar meliputi: (1) penguasaan beberapa bahasa asing, (2) tidak adanya diskriminasi dalam komunitas, dan (3) adanya sikap saling percaya dan setia kawan antar sesama backpacker.

1. Penguasaan Beberapa Bahasa Asing
Tujuan backpakers adalah mengunjungi tempat-tempat tertentu yang sudah direncanakan. Tempat-tempat tersebut tidak terbatas di dalam negeri saja. Perjalanan backpacker adalah perjalanan lintas negara. Seorang backpacker akan mengunjungi sebuah negara yang di negara tersebut terdapat tempat yang layak atau harus ia kunjungi. Bahkan perjalanan ke luar negeri tersebut dirasakan sebagai perjalanan yang lebih menantang dan lebih menyenangkan. 
Bangkok merupakan babak baru. Kelahiran baru. Berbekal bahasa Mandarin sepotong-sepotong, Inggris seadanya, dan bahasa Pali —yang sedikit banyak dipakai, setidaknya oleh komunitas Buddhis— saya belajar bertahan. Buku dari Tristan saya baca setiap hari. Dan sedikit demi sedikit mencoba mulai belajar bahasa Thai, dimulai dengan cuma ngomong 'sawat-dii krup' [kalimat kedua yang kukuasai adalah phom kin tae phak = ‘saya cuma makan sayur’]. (halaman 48)




2. Tidak Ada Diskriminasi dalam Komunitas 
Komunitas backpacker terdiri dari orang-orang dari berbagai daerah dan berbagai negara. Karena kesamaan kesenangan, yaitu backpacking, komunitas mereka terbentuk tanpa ikatan apapun selain ikatan kesamaan kesenangan dan nasib. Maka, anggota komunitas backpacker bisa dari berbagai suku, bangsa, agama, atau kepercayaan. Dalam novel Supernova: Episode Akar diperlihatkan adanya kelompok backpacker yang terdiri dari orang-orang dengan berbagai macam kebangsaan.
Tapi salah naik bus ke Butterworth-lah yang akhirnya mempertemukanku dengan Tristan Sanders, backpacker gondrong asal Australia yang sedang berkeliling Asia Tenggara. Aku dibawa ke komunitasnya, sesama backpacker. Mereka berkumpul di Butterworth dan ramai-ramai mau pergi ke Thailand lewat darat. Di antara mereka ada yang sudah backpacking di Asia selama lima-sepuluh tahun, bahkan lebih. Ada yang mulai jalan sejak umur empat belas tanpa berhenti. Kalau bicara soal sebab-musabab dan motivasi, jelas macam-macam. Dorothy—yang keluar rumah sejak umur empat belas itu—alasannya ribut dengan ortu. Ia angkat kaki dari Greenwich dan tak pernah pulang lagi. (halaman 45-46)

Seorang backpacker tidak akan memandang rendah backpacker lainnya yang berasal dari negara lain. Bahkan setiap backpacker akan merasa senang dan simpati apabila bertemu dengan backpacker lainnya. Ungkapan simpati tersebut dapat diwujudkan dengan komunikasi yang ramah dan pemberian bantuan apabila diperlukan. Bahkan saling bertukar barang (peta atau kamus bahasa) sudah menjadi semacam tradisi bagi komunitas backpacker. 


3. Kesetiakawanan yang Tinggi Antarsesama Backpacker
            Kesamaan hobi dan kesamaan nasib membuat hubungan antarindividu di dalam komunitas menjadi lebih erat. Timbul rasa percaya yang tinggi terhadap backpacker lain. Kepercayaan itu diungkapkan dengan berbagai macam tidakan, seperti mempercayai perkataan, memberikan uang, atau memberikan pertolongan. Kepercayaan tersebut melahirkan sikap kesetiakawanan yang tinggi di dalam komunitas backpacker. 
Sifat setia kawan tersebut juga ditunjukkan kepada backpacker yang baru dikenal. Seorang backpacker mempunyai penampilan yang khas sehingga mudah dikenali oleh backpacker lainnya. Dalam novel dikisahkan Bodhi yang baru bertemu pertama kali dengan Tristan Sanders, dan Tristan Sanders sudah mempercayai Bodhi dan mau membantu Bodhi.
Tristan berkata,
“Bodhi, my baldy mate, saya tahu kamu bisa menjaga diri. Tapi, kalau ada apa-apa, ingatlah untuk mencari kami-kami ini,” katanya sambil menepuk ransel besar di punggung. Identitas kaumnya. Dia lalu memberikan daftar nama, nomor kontak, alamat e-mail, kafe, dan hotel. Dan saya tahu kamu tidak memiliki cukup uang untuk membeli ini, lanjutnya lagi, tapi kamu harus punya. Tristan menyerahkan sebuah buku: Lonely Planet Thailand'. Travel Survival Kit. (halaman 47)


Kesetiakawanan paling kuat dalam novel adalah kesetiakawanan antara Bodhi dan Kell. Kell yang memang dari awal sudah mencari Bodhi karena ikatan batin, menolong Bodhi dalam mengatasi masalahnya. Kell juga yang banyak memberi nasehat kepada Bodhi dan mengarahkan jalan Bodhi. Hubungan antara Bodhi dan Kell sangat erat sampai Bodhi nekat menyeberang ke Laos dengan menempuh bahaya untuk menemukan Kell.

No comments:

Post a Comment