Saturday, 29 August 2015

Cerita Legenda Sumur Kidem

Sumur Kidem
Oleh: Khuswatun Khasanah 1001040015

Pada zaman dahulu kala, di suatu dusun bernama Pucungrungkad hiduplah sebuah keluarga kecil yang bahagia. Wito, sang suami sangat menyayangi istrinya. Begitu juga dengan Kidem, dia sangat hormat dan patuh kepada suaminya. Setiap hari mereka lalui dengan penuh kasih sayang dan canda tawa.
Warga dusun Pucungrungkad juga hidup tentram dan damai, saling membantu dan menghormati sesamanya. Mata pencaharian mereka sebagian besar bertani di sawah dan ladang, ada juga sebagian yang berternak sapi atau kambing. Warga hanya mengandalkan air hujan dan air yang mengalir di Sungai Bener untuk keperluan pengairan. Belum ada sumur di dusun tersebut, mereka hanya mengenal bak besar yang digunakan untuk menampung air hujan.
Ketika musim kemarau tiba, seluruh warga di dusun Pucungrungkad kebingungan mencari air bersih karena air yang mengalir sungai Bener tempat mereka mengambil air untuk segala keperluan seakan sudah tak mau mengalir lagi. Warga semakin bingung karena sawah dan ladang tempat mereka menggantungkan hidup juga ikut kekeringan. Belum lagi ternak-ternak mereka yang kelihatannya lesu karena rumput yang mereka makan sudah tak lagi segar seperti biasanya. Lengkap sudah penderitaan warga dusun pucungrungkad tersebut.
Kepala dusun mengumpulkan warga untuk membicarakan mengenai kekeringan yang melanda dusun tersebut. Kelapa dusun meminta usul dari warga mengenai solusi yang tepat untuk mengatasi kekeringan tersebut. Salah satu warga mengusulkan untuk membuat belik di pinggir sungai. Warga yang lain ada juga yang mengusulkan untuk membuat sesajen untuk meminta hujan segera turun. Kepala dusun mempertimbangkan usul para warganya itu.
Saat itu terlihat ada seorang wanita yang mengangkat tangan kanannya. Wanita itu adalah Kidem. Setelah dipersilahkan oleh Kepala dusun untuk menyampaikan pendapatnya, Kidem mulai berbicara. Dia mengatakan bahwa semalam dia seperti mendapatkan wangsit untuk menggali lubang yang dalam disebelah pohon beringin belakang rumahnya. Dalam mimpinya itu ada air yang keluar deras dari dalam tanah. Warga yang lain berbisik-bisik dan menyibir Kidem.
Kepala dusun mengangguk-angguk sambil tersenyum setelah mendengarkan usul dari Kidem. Dia kemudian menyampaikan kepada warganya untuk bergotong-royong membuat lubang disebelah pohon beringin belakang rumah Kidem. Sekelompok warga ada yang protes karena merasa kepala dusun hanya mendengarkan usul dari Kidem saja. Namun, para warga tidak dapat menolak apa yang telah dikatakan oleh kepala dusun.
Keesokan harinya warga berkumpul untuk membuat sumur. Warga yang laki-laki bergotong-royong membuat sumur, termasuk Wito. Sedangkan para ibu-ibu dan remaja perempuannya memasak di dapur untuk makan siang. Sumur dibuat di sebelah pohon beringin yang lebat. Warga agak kesusahan dengan adanya akar-akar pohon beringin yang begitu kuat di dalam tanah. Tapi mereka tetap berusaha untuk terus menggali tanah hingga menemukan air dari dalam sumur itu.

Setelah sampai sepuluh meter, tiba-tiba saja ada air mengalir dengan deras dari salah satu mata air dalam sumur itu. Seluruh warga bersorak-sorak sambil mengucapkan syukur karena mereka akhirnya mempunyai sumber air untuk keperluan sehari-hari. Untuk mengenang peristiwa itu warga dusun Pucungrungkad menamai sumur tersebut dengan nama Sumur Kidem.

No comments:

Post a Comment