KETIKA
MORALITAS MULAI DIABAIKAN
Nilai Moral
Nilai adalah sesuatu
yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu
itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Sementara itu menurut filsafat nilai dibagi menjadi 3 yaitu, nilai logika adalah
nilai benar-salah, nilai estetika adalah nilai indah-tidak indah, Nilai etika/moral
adalah nilai baik-buruk.
Moral adalah istilah
manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai
nilai positif. Dalam hal ini berarti nilai moral adalah kualitas sikap manusia
dengan manusia.
Menurut Thomas Lickona
(1992) terdapat sepuluh tanda dari perilaku manusia yang menunjukkan arah
kehancuran suatu bangsa yaitu: meningkatnya kekerasan di kalangan remaja,
ketidakjujuran yang membudaya, semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orang
tua, guru, dan figur pemimpin, pengaruh "peer group" (kelompok
sebaya) terhadap tindakan kekerasan, meningkatnya kecurigaan dan kebencian,
penggunaan bahasa yang memburuk, penurunan etos kerja, menurunnya rasa tanggungjawab
individu dan warga negara, meningginya perilaku merusak diri dan semakin
kaburnya pedoman moral.
Aspek Sosial dalam Cerpen Pring Re-Ke-Teg Gunung Gamping Ambrol Karya Seno Gumira Ajidarma
Dalam cerpen Pring Re-Ke-Teg Gunung Gamping Ambrol
dapat diidentifikasi dua latar sosial yang secara nyata menjadi tempat
peristiwa sosial terjadi, yaitu (1) latar sosial pemerkosaan yang terjadi pada
Mirah, dan (2) latar sosial pengeroyokan yang terjadi antara dua desa.
Peristiwa pemerkosaan
Mirah menyebabkan seluruh warga gempar. Begitu juga Pak Lurah, baginya
penghinaan itu bukanlah hanya penistaan kepada seorang perawan umur 16 tahun
yang diperkosa, melainkan juga penghinaan kepada desa. Sedangkan peristiwa
pengeroyokan yang dilakukan oleh kelompok orang baik-baik kepada desa yang
merupakan tempat orang-orang candala tersebut merupakan tindakan yang sangat
merugikan. Hal ini disebabkan karena para candala yang selalu terpinggirkan
dari zaman ke zaman, tentulah jauh lebih siap menghadapi pertempuran terbuka
daripada mereka. Akibatnya ratusan nyawa melayang seketika karena pengeroyokan
itu.
Tokoh Sentral (utama)
dalam cerpen ini adalah Mirah, yaitu seorang remaja berumur enam belas tahun
yang diperkosa oleh anak Pak Lurah. Sementara Pak Lurah adalah tokoh yang
sangat dihormati. Namun, beliau tidak menyadari bahwa anaknya sendiri yang
telah merenggut keperawanan Mirah.
Tindakan serta
interaksi antar tokoh tergambar pada saat kelompok orang baik-baik hendak
menyerang kelompok para candala. Mereka begitu kompak karena merasa sering
dirugikan oleh perilaku kaum candala seperti pencurian, perampokan, pembunuhan,
pelacuran, bahkan pemerkosaan.
Analisis Sosial Masyarakat yang Diacu dalam Cerpen Pring Re-Ke-Teg Gunung Gamping Ambrol
Karya Seno Gumira Ajidarma
Masyarakat yang
terdapat dalam cerpen tersebut merupakan masyarakat yang moralnya mulai pudar.
Hal tersebut digambarkan dengan peristiwa pemerkosaan yang dilakukan oleh anak
Pak Lurah kepada Mirah. Akan tetapi, Pak Lurah sendiri malah menuduh warga di
perkampungan Candala sebagai pelaku pemerkosaan Mirah.
Mereka dengan
serta-merta menuduh perkampungan Candala karena masyarakat di perkampungan
tersebut terkenal dengan perkampungan para pencuri, perampok, pembunuh,
pelacur, bahkan segala macam tindak kriminalitas bertempat di perkampungan
tersebut. Hal ini tentu saja menggambarkan moralitas yang mulai pudar. Tidak
lagi memiliki rasa toleransi dan sifat kemanusiaan karena tanpa bukti mereka
sudah memfitnah warga di perkampungan candala sebagai pelaku pemerkosaan
terhadap Mirah. Mereka juga tidak mau instrospeksi diri sendiri. Pelaku
pemerkosaan terhadap Mirah bukan warga perkampungan Candala, melainkan anak Pak
Lurahnya sendiri.
Relasi Antara Cerpen Pring Re-Ke-Teg Gunung Gamping Ambrol Karya Seno Gumira Ajidarma
dengan Masyarakat Sebenarnya
Kondisi masyarakat
dalam cerpen tersebut merupakan gambaran sebagian besar masyarakat di Indonesia
saat ini. Kondisi ini terjadi karena sendi-sendi beretika sosial dan menjaga
nilai-nilai agama sudah dilupakan.
Jika kita membandingkan
beberapa penggalan masa yang berlangsung, ada beberapa kesenjangan yang
terjadi. Khususnya menyangkut etika sosial dan nilai-nilai moral yang dahulu
kala merupakan kebanggaan bangsa ini. Sekarang, baik suka ataupun tidak suka,
kita harus mengakui bahwa telah terjadi pergeseran dalam etika dan moral itu.
Keduanya tidak lagi menjadi kebangaan.
Indikasi runtuhnya
nilai dan moralitas ini gampang saja. Karena perilaku tawuran dari mulai
pelajar, mahasiswa, rakyat jelata sampai para wakil rakyat sudah jadi
pemandangan sehari-hari. Perilaku yang menyedihkan ini sepertinya bahkan telah
melampaui hukum adat dan budaya. Tidak ada lagi rasa pengagungan terhadap sikap
menghargai orang yang lebih dewasa. Maka tanda bagi cacat etika itu
sesungguhnya benar terjadi.
Padahal, sebagai sebuah
negeri, Indonesia memiliki ratusan suku dengan etika sosial dan adat yang sudah
berlaku dari generasi ke generasi. Namun sayangnya negeri ini telah secara umum
menunjukkan gejala kecacatan tersebut. Hal itu dapat kita lihat dari runtuhnya
otoritas orang tua dan guru sebagai pengamat dan penjaga etika sosial dan moral
di tengah-tengah masyarakat.
Kondisi ini terjadi
karena sendi-sendi beretika sosial dan menjaga nilai-nilai agama sudah
dilupakan. Tidak ada lagi kepedulian kepada generasi muda dalam hal beragama
dan berbudaya sesuai tuntutan budaya setempat. Ini dibuktikan dengan makin
maraknya pelanggaran etika sosial bahkan jatuhnya moralitas para generasi tanpa
bisa dicegah oleh guru dan orang tua.
Kesimpulan yang dapat
ditarik dari pembahasan di atas adalah bahwa moralitas suatu bangsa itu
sangatlah penting demi tercapainya keamanan dan ketentraman warga masyarakat
tersebut. Semua itu berawal dari masing-masing individu yang bersangkutan.
Karena jika kita ingin merubah suatu bangsa, maka yang harus kita lakukan
adalah merubah diri sendiri terlebih dahulu.
No comments:
Post a Comment